Pada
zaman dahulu ada seorang yang bernama Ijau Layang dia adalah orang yang sangat
sakti dan mempunyai saudara yang bernama Keling mereka adalah orang dayak asli
yang bertempat tinggal di Mungguk Lidung.
Pada suatu hari Ijau layang menyusun
batu melintang di sungai ketungau di hilir Sekapat yang gunanya untuk dinding
bubu Ijau Layang. Dinding bubu inilah yang bernama “ Batu Barau “ yang sampai
hari ini masih ada. Tutup batu Ijau Layang adalah batu tunggal dan sampai saat
ini batu tunggal masih ada dibagian hulu Batu Barau.
Setiap
pagi Ijau Layang pergi untuk mengangkat bubunya. Jika bubunya mendapat buaya,
Ijau Layang mengatakan bahwa ia mendapat ikan kejulung dan dibunuhnya dengan
kuku ibu jarinya dibagian kepala, setelah buaya tersebut mati lalu
dilemparkannya kedarat.
Kemudian
dihari berikutnya ia kembali untuk mengangkat bubunya, namun bubunya tidak
pernah mendapatkan ikan maupun buaya lagi, karna sebelum ia datang ada orang
lain yang terlebih dahulu mengangkat bubunya. Melihat hal itu terjadi setiap
hari, maka akhirnya Ijau Layang turun lebih cepat dari hari biasanya. Karna ia
ingin tau siapa yang mengangkat bubunya terlebih dahulu setiap pagi.
Setelah
lama ia menunggu datanglah seorang laki-laki yang gagah perkasa dan ia juga
adalah orang yang sakti pada zaman dahulu, ternyata orang yang selalu
mengangkat bubu Ijau Layang setiap pagi adalah Sebeji. Kemudian terjadilah
pertengkaran antara Ijau Layang dan Sebeji di Batu Barau ( di sungai Ketungau )
sehingga air Ketungau menjadi keruh sampai ke Nanga Ketungau bahkan sungai
Kapuas dan dibagian hulu pun keruh sampai kelubuk Lidung, sehingga terlihat
oleh keling abangnya Ijau Layang. Maka Keling pun tau bahwa Ijau Layang sedang
bertengkar dengan seseorang. Dan akhirnya Keling pun pergi untuk menyusul Ijau
Layang.
Pada saat Keling datang Ijau Layang hampir kalah
oleh Sebeji, namun ketika Sebeji melihat keling yang datang menghampiri mereka,
sebeji pun lari terbirit-birit dengan marahnya. Karna Sebeji marah ia
merencanakan untuk membunuh orang-orang Dayak yang ada di ketungau Tengah dan
Ketungau Hulu dengan cara menutup sungai ketungau menggunakan sebuah batu besar
yang di ikat dengan ikat pinggang ibunya yang terbuat dari rotan.
Ketika
sampai di pinggir Ketungau daerah Setapang ikat pinggang yang digunakan Sebeji
putus dan batunya jatuh yang sampai sekarang ini batu itu masih ada yang
disebut dengan “ Bukit Lembang Sidin “. Melihat rencananya gagal untuk menutup
sungai Ketungau, maka Sebeji menyusun rencana baru untuk membunuh orang
Ketungau. Rencana baru yang disusun Sebeji adalah ingin meruntuhkan langit.
Agar rencananya berjalan dengan baik, maka Sebeji pun
meminta kepada binatang-binatang untuk membantunya. Binatang-binatang yang ada
dibumi ini diberi makan oleh Sebeji, kecuali rayap dan beruang.
Sebeji pun membuat tangga yang
terbuat dari kayu terentang, tinggal sedikit lagi tangga itu mencapai langit
dan siap untuk diruntuhkan dengan pedangnya, maka pada saat itu juga rayap dan
beruang yang tidak diberi makan oleh Sebeji meruntuhkan tangganya. Rayap
memakan kayu tangga Sebeji yang bagian bawah dan beruangpun menggoyangkan
tangganya, akhirnya tangga itu pun runtuh. Dan Sebeji pun jatuh lalu meninggal
dunia dengan bagian anggota tubuhnya yang tercerai berai.
Tangga
Sebeji yang runtuh itulah yang menjadi “ Bukit Panggilan “ mulai dari Batu
Barau sampai kehulu Ketungau dan bagian anggota tubuh Sebeji yang tercerai
berai yaitu matanya terlempar ke jawa, hatinya terlempar ke Bungkap( Malaysia
), kaki dan tangannya terlempar ke melawi.
Demikianlah cerita singkat tentang
Batu Barau, Bukit Lembang Sidin dan Bukit Panggilan.